Thursday, April 13, 2006

Filosofi kopi



Dewi Lestari, Gagas Media, 2006


Prosa Puisi ? Puisi Prosa ? Cerpen ? Puisi ?

18 Karya satu dekade dari Dewi Lestari terangkum dalam buku ini. Filosofi Kopi adalah salah satu judul tulisan tangan tersebut.

Membaca kumpulan cerita pendek karya Dee selama satu dekade (1995-2005) saya merasa refresh. Merasa disegarkan. Layaknya meminum kopi disore hari melepas penat.

Dee memang unik dalam berkarya. Saya merasakan sensasi unik saat membaca Filosofi Kopi (FK). Cerita pendeknya yang ringkas namun padat, cerkas kalau kata Arswendo dalam kata pengantarnya.

Saya meraba-raba, apakah ini masuk dalam prosa ? Atau puisi ? Puisi ? Atau Prosa ? Kadang tidak diantara keduanya, dan kadang masuk kesalah satu diantara keduanya. Disinilah kegenialan Dee dalam meramu untaian kata menjadi sastra.
Layaknya meramu kopi, kopi yang terasa pahit dan manis sekaligus. Kopi yang memberi sensasi tersendiri. Bukan teh, bukan susu. Tetapi Kopi.

Dua kisah favorit saya dalam buku ini adalah 'Filosofi kopi' tentu saja dan kisah 'Sikat gigi'. Mengajari tanpa merasa diajari. Memaknai kembali tentang makna hidup. Makna cinta yang seperti kata Dee adalah pusat dari karya-karyanya. Suatu tema pokok.

Ah, silahkan bacalah buku ini saudara, sambil menikmati kopi di sore hari selepas kerja. Jiwa dan pikiran anda akan tersegarkan kembali.


nyomot gambar dari sini

Tuesday, January 24, 2006

Neraka Manajemen



Neraka Manajemen,
Gilbreath, Robert D.
Kaifa


Sewaktu melihat buku ini pertama kali saya tertawa. Cover buku ini betul-betul kocak, setelah membaca ringkasan cerita dicover belakang saya langsung membelinya. Sayang sekali tdak ada buku sampel untuk saya skimming sebentar. Aneh, biasanya saya malas membeli buku yang tidak bisa saya baca sampelnya karena takutnya setelah beli bukunya mengecewakan. Sepertinya saya memutuskan untuk membeli karena saya kalah dengan ego saya : "Oh, lihatlah budak-budak itu, lucu sekali mereka".

Bukunya tidak mengecewakan. Saya beruntung !. Buku ini merangkum 12 masalah yang sering dihadapi oleh para manajer di perusahaan yang mereka kelola. Masalah-masalah tersebut contohnya Sentralisai yang berlebihan, budaya kompromi yang membikin perusahaan lambat mengambil keputusan, birokrasi yang justru menyebabkan perusahaan mati pelan-pelan dan masih banyak problem lain.

Masalah-masalah manajerial itu dikemas dalam cerita-cerita yang bersetting di berbagai masa dan lokasi. Dari zaman Babilonia, Romawi, Bahkan sampai era modern. Ceritanya juga bertema heroisme, komedi, misteri diselingi kisah 12 manajer yang terjebak di neraka manajemen yang jika mereka hendak keluar dari sana mereka harus mengisahkan 12 cerita kepada penguasa Neraka. Kisah-kisah yang terdapat di buku ini adalah kisah karangan mereka. Kisah yang mengambil setting berbagai masa dan tempat serta menggunakan tokoh-tokoh sejarah serta fiksi inilah yang membuat buku ini menarik. Namun tetap tidak ada yang baru dalam buku ini mengenai dunia manajemen. Hanya pengingat akan kesalahan-kesalahan saja, yang walaupun kita tahu itu salah tetapi kadang-kadang dilakukan juga secara tidak sadar.

Salah satu kisah yang paling saya sukai adalah kisah tentang Spartacus (yang juga bisa anda baca disini) dan kisah misteri a la Edgar Allan Poe yang berjudul 'kisah sebuah mesin teleks'. Untuk sidang pembaca, baik manajer atau bukan, buku ini bisa dibaca sebagai pengingat akan kesalahan manajerial atau sekedar berekreasi keluar dari rutinitas 8 jam yang membosankan. "Ah, lihatlah budak-budak itu...iiih, luthunaaa..."


-- rekan uyo

Monday, January 23, 2006

Soe Hok Gie : Zaman Peralihan


Perkenalan saya dengan sosok Soe Hok Gie adalah tentu saja dari nonton film 'Gie'. Waktu itu saya dan mbak Dian sepakat kalau sudah muncul di Depok kami akan nonton bersama. Dia fansnya Nicholas Saputra dan saya ingin lebih mengenal sosok Gie. Klop deh.

Gie baru saya kenal setelah saya lulus dari universitas, setelah saya jadi mantan mahasiswa. Sebelumnya saya hanya mendengar namanya saja tapi tidak kenal secara dekat. Membaca literaturnya saja saya belum pernah. Maka menonton film Gie adalah kali pertama saya berkenalan dengannya. Seusai film diputar saya berkomentar kepada mbak Dian "mbak, filmnya bagus yah ? Mbak ?....Mbak ?" Walah...mbaknya malah tidur.

Saya memilih buku Zaman Peralihan karena buku ini memuat beberapa tulisan Gie yang spektrumnya lebih luas daripada buku Gie yang lain seperti 'Orang-orang di persimpangan kiri jalan' atau 'Dibawah lentera merah' yang lebih memfokuskan pada satu topik saja. Buku ini berisi tulisan-tulisan Gie yang dikumpulkan menjadi empat bagian atau identifikai gagasan dasar. Masalah kebangsaan, masalah kemahasiswaan, masalah kemanusiaan dan catatan turis terpelajar. Masalah kebangsaan berisi tulisan-tulisan Gie yang menyangkut permasalahan bangsa secara makro. Masalah kemahasiswaan berisi tentang dunia kemahasiwaan dan pergelutannya dengan ideologi-ideologi politik yang masuk ke dalam kampus. Masalah kemanusiaan banyak berisi ide tentang tragedi penangkapan dan pembunuhan simpatisan pki serta masalah kemanusiaan lainnya seperti perang vietnam. Sedangkan catatan turis terpelajar berisi tulisan saat Gie berkunjung ke Amerika Serikat, berisi pendapat atas sosio kultural masyarakat AS kala itu.

Tulisan-tulisan Gie walaupun telah lewat masanya namun tetap aktual dimasa ini. Tulisan dan kritikan pedasnya merobek-robek jiwa kemanusiaan pembacanya. Menanyakan kembali identitas humane kita. Kemanakah ia sekarang. Bagi saya membaca buku ini membuat saya bertanya kembali dimanakah idealisme saya saat mahasiswa dulu ? Apakah ikut saya sampai sekarang atau telah saya tinggalkan di Gerbatama saat saya diwisuda.
Membaca Gie telah membuat hati saya terkelupas dan sadar akan realitas bahwa sesungguhnya nasib republik ini tidak banyak berubah karena setting panggung berubah, aktor telah diganti namun lakonnya tetap sama, jalan ceritanya tetap sama. Persis nan identik. La Histoire se repete.

Buku ini bisa membangkitkan semangat berpikir bebas, dan dapat menyentuh kesadaran pembaca terhadap nasib rakyat kecil, kelas sosial yang selalu menjadi keprihatinan Soe Hok Gie di saat hidupnya. Itulah tujuan diterbitkannya buku ini. Saya rasa tujuan itu telah tercapai.



"Mbak, bangun...filmnya udah selesai tuh, pulang yuk"
"Hmm ?"
"....Udah sampai mana mimpinya ?..."
"Belanda...."
"Oooo...cepet juga yah ?"



zaman boleh beralih, namun akar dari semuanya tak boleh tercerabut, yaitu kemanusiaan kita sebagai sebuah bangsa - SHG

-- rekan uyo

Sunday, January 22, 2006

Assalamu'alaikum : Islam Itu Agama Perlawanan !, sebuah resensi


Saat bertandang ke kosan "the Elder" saya menemukan buku ini berada diantara tumpukan buku-buku lain. Mata saya langsung berbinar. Ini dia yang selama ini saya cari. Gaung buku ini telah terdengar sebelumnya dari rekan-rekan saya yang telah lebih dahulu membaca buku ini, tapi baru sekarang saya bisa meminjam untuk membaca - dasar kutu buku gak punya modal :D. Sebelumnya saya telah membaca buku seri miskin karya Mas Eko berjudul 'Pengumuman, tidak ada sekolah murah' dan buku ini yang berjudul 'Assalamu'alaikum : Islam Itu Agama Perlawanan !' tidak mengecewakan harapan saya sama sekali.

Buku ini menceritakan keluh kesah penulis tentang bagaimana gerkan Islam yang telah kehilangan taringnya. Berada di menara gading sementara problematika sosial yang seharusnya diselesaikan oleh gerakan Islam yang berlandaskan 'agama yang paling benar dan kontemporer' berada tepat didepan mata. Sama seperti buku seri msikin, buku ini berisi kritikan 'nyelekit' yang diperkuat oleh gambar-gambar karikatur kocak karya (Mas ?) Tera. Kritikan sosial untuk pergerakan Islam yang justru miskin pergerakan dan gebrakan progresif untuk menyelesaikan masalah sosial.

Masalah-masalah yang diangkat didalam buku itu mengena sekali dalam kehidupan saya sebagai salah satu aktivis Islam wannabe :p dan sebagai ummat Islam itu sendiri. Masalah-masalah sosial yang saya lihat didepan batang hidung saya sendiri saat mencoba pura-pura aktif di kegiatan kerohanian saat sma, saat setelah berstatus mahasiswa dan setelah lulus. Masalah sosial yang mengelilingi saya sebagai seorang muslim dikehidupan sehari-hari. Kegusaran saya atas masalah-masalah sosial tersebut tertulis semua didalam buku karya mas Eko tersebut. Bahkan melalui buku ini, mas Eko telah membuka mata saya atas masalah-masalah lain yang belum pernah saya lihat atau saya tidak sadar bahwa itu adalah suatu masalah.

Overall, buku ini istilahnya 'Gue banget'. Buku bagus yang wajib menjadi koleksi dalam rak buku saya yang berantakan dan berdebu yang belum sempat saya rapikan kembali. Saya merekomendasikan buku ini untuk para aktivis Islam aseli dan untuk para aktivis Islam sepuhan insidentil macam saya. Bahkan saya merekomendasikan buku ini tidak untuk aktivis Islam saja tapi untuk seluruh aktivis multiagama, multikultur, lintas dimensi dan lintas generasi yang berada diluar sana yang belum ataupun sudah tersadar pada problematika masyarakat. Buku ini memperkaya khasanah pergerakan kita, mengasah kembali taring-taring perlawanan kita akan ketertindasan, ketidak adilan dan keterbelakangan. Buku ini memberi spirit baru bagi mereka-mereka yang saat ini skeptis dan apatis melihat kondisi republik. Buku ini memberi saya semangat untuk tetap pada slogan 'tulis dan lawan !'.

Oya, betewe adik saya yang biasanya malas baca buku, sedang baca buku ini juga lho :)


--rekan uyo