Monday, January 23, 2006

Soe Hok Gie : Zaman Peralihan


Perkenalan saya dengan sosok Soe Hok Gie adalah tentu saja dari nonton film 'Gie'. Waktu itu saya dan mbak Dian sepakat kalau sudah muncul di Depok kami akan nonton bersama. Dia fansnya Nicholas Saputra dan saya ingin lebih mengenal sosok Gie. Klop deh.

Gie baru saya kenal setelah saya lulus dari universitas, setelah saya jadi mantan mahasiswa. Sebelumnya saya hanya mendengar namanya saja tapi tidak kenal secara dekat. Membaca literaturnya saja saya belum pernah. Maka menonton film Gie adalah kali pertama saya berkenalan dengannya. Seusai film diputar saya berkomentar kepada mbak Dian "mbak, filmnya bagus yah ? Mbak ?....Mbak ?" Walah...mbaknya malah tidur.

Saya memilih buku Zaman Peralihan karena buku ini memuat beberapa tulisan Gie yang spektrumnya lebih luas daripada buku Gie yang lain seperti 'Orang-orang di persimpangan kiri jalan' atau 'Dibawah lentera merah' yang lebih memfokuskan pada satu topik saja. Buku ini berisi tulisan-tulisan Gie yang dikumpulkan menjadi empat bagian atau identifikai gagasan dasar. Masalah kebangsaan, masalah kemahasiswaan, masalah kemanusiaan dan catatan turis terpelajar. Masalah kebangsaan berisi tulisan-tulisan Gie yang menyangkut permasalahan bangsa secara makro. Masalah kemahasiswaan berisi tentang dunia kemahasiwaan dan pergelutannya dengan ideologi-ideologi politik yang masuk ke dalam kampus. Masalah kemanusiaan banyak berisi ide tentang tragedi penangkapan dan pembunuhan simpatisan pki serta masalah kemanusiaan lainnya seperti perang vietnam. Sedangkan catatan turis terpelajar berisi tulisan saat Gie berkunjung ke Amerika Serikat, berisi pendapat atas sosio kultural masyarakat AS kala itu.

Tulisan-tulisan Gie walaupun telah lewat masanya namun tetap aktual dimasa ini. Tulisan dan kritikan pedasnya merobek-robek jiwa kemanusiaan pembacanya. Menanyakan kembali identitas humane kita. Kemanakah ia sekarang. Bagi saya membaca buku ini membuat saya bertanya kembali dimanakah idealisme saya saat mahasiswa dulu ? Apakah ikut saya sampai sekarang atau telah saya tinggalkan di Gerbatama saat saya diwisuda.
Membaca Gie telah membuat hati saya terkelupas dan sadar akan realitas bahwa sesungguhnya nasib republik ini tidak banyak berubah karena setting panggung berubah, aktor telah diganti namun lakonnya tetap sama, jalan ceritanya tetap sama. Persis nan identik. La Histoire se repete.

Buku ini bisa membangkitkan semangat berpikir bebas, dan dapat menyentuh kesadaran pembaca terhadap nasib rakyat kecil, kelas sosial yang selalu menjadi keprihatinan Soe Hok Gie di saat hidupnya. Itulah tujuan diterbitkannya buku ini. Saya rasa tujuan itu telah tercapai.



"Mbak, bangun...filmnya udah selesai tuh, pulang yuk"
"Hmm ?"
"....Udah sampai mana mimpinya ?..."
"Belanda...."
"Oooo...cepet juga yah ?"



zaman boleh beralih, namun akar dari semuanya tak boleh tercerabut, yaitu kemanusiaan kita sebagai sebuah bangsa - SHG

-- rekan uyo